KH. Hasyim Asy’ari lahir pada tanggal 10 April 1875, di Desa
Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Dan pada tanggal 25
Juli 1947 (72 tahun) beliau dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang. Beliau merupakan
pendiri Nahdhatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia serta
putra dari Kyai Asy’ari. Beliau adalah ulama sekaligus pemimpin dari Pondok
Pesantren Keras, berada di selatan Jombang. Sementara ibunda beliau bernama
Halimah, memiliki silsilah keturunan dari Raja Brawijaya VI, yang dikenal
dengan Lembung Peteng, ayahanda dari Jaka Tingkir (Raja Pajang). Sedangkan
keturunan ke delapan dari Jaka Tingkir adalah kakenya, Kyai Ustman yang
memimpin Pondok Pesantren Gedang, dengan seluruh santri berasal dari Jawa pada
akhir 19. Ayah dari kakek beliau yaitu Kyai Sihah yang merupakan pendiri Pondok
Pesantren Tambak Beras, Jombang. Di kalangan Nahdhiyin dan ulama pesantren KH. Hasyim Asy’ari dijuluki Hadratus Syeikh yang berarti maha guru.
KH. Hasyim merupakan putra ketiga dari sebelas bersaudara.
Sejak beliau berumur 14 tahun telah banyak mendapat wejangan serta pengajaran
tentang ilmu agama langsung dari ayah dan kakek beliau. Berbagai motivasi besar
yang beliau dapatkan dari kalangan keluarga, serta minat besar dalam menuntut
ilmu yang beliau miliki, membuat KH. Hasyim Asy’ari muda tumbuh menjadi seorang
yang pandai. Beliau juga pernah mendapat sebuah kesempatan yang diberikan sang
ayah untuk membantu mengajar di pesantrennya, karena kepandaian beliau.
Ketika usia menginjak 15 tahun, beliau berkelana (mondok) di
pesantren lain. Hal ini karena beliau merasa belum cukup menimba ilmu yang
diterima sebelumnya. Tak hanya satu pondek pesantren saja beliau singgahi, tapi
banyak pondok pesantren yang disinggahinya, antara lain menjadi santri di
Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren
Trenggilis (Semarang), Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Ketika beliau
merantau di Ponpes Siwalan beliau belajar kepada Kyai Jakub, dan akhirnya
beliau dijadikan menantu Kyai Jakub.
Pada tahun 1892, KH. Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah Haji,
beliau di Mekkah sekaligus menimba ilmu kepada Syech Ahmad Khatib dan Syech
Mahfudh At-Tarmisi, merupakan guru di bidang Hadist. Ketika pulang, KH. Hasyim
Asy’ari menyempatkan diri untuk singgah ke Johor, Malaysia. Di sana beliau
mengajar kepada para santri sampai tahun 1899.
Kyai Hasyim Asy’ari mendirikan ponpes di Tebuireng yang
kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di tanah Jawa pada abad ke-20.
Mulai tahun 1900, beliau memosisikan Pesantren Tebuireng menjadi pusat
pembaruan bagi pengajaran Islam Tradisional.
Dalam pesantren tersebut bukan hanya ilmu agama yang
diajarkan, namun juga pengetahuan umum ikut mengiringi pengajaran agama Islam.
Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang
berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara demikian mendapat sambutan
tidak mengenakkan dirinya, karena dikecam bid’ah. Meskipun kecamatan itu terus
bergulir tapi beliau tetap teguh dalam pendiriannya.
Menurutnya, mengajarkan agama Islam berarti memperbaiki
manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat,
adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kyai Hasyim Asy’ari. Meski mendapat
kecaman, pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertama
berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan ikut manjadi besar.
Baca juga biografi lainnya, Biografi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).