Ronde Pertama
Dikisahkan, Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan
senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat
Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan Arya Utara dan sayap kiri Arya Wratsangka.
Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari Kerajaan Wirata yang
mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang berarti
senjata tajam. Sementara di pihak Kurawa mengangkat Bisma (Resi Bisma) sebagai pimpinan perang dengan pendamping
Pendeta Drona dan prabu Salya, raja kerajaan Mandaraka yang mendukung Korawa. Bisma
menggunakan siasat Wukirjaladri yang berarti "gunung samudra."
Balatentara Korawa menyerang laksana gelombang lautan yang menggulung-gulung, sedang pasukan Pandawa yang dipimpin Resi Seta menyerang dengan dahsyat seperti senjata yang menusuk langsung ke pusat kematian. Sementara itu Rukmarata, putra Prabu Salya datang ke Kurukshetra untuk menonton jalannya perang. Meski bukan anggota pasukan perang, dan berada di luar garis peperangan, ia telah melanggar aturan perang, dengan bermaksud membunuh Resi Seta, Pimpinan Perang Pandawa. Rukmarata memanah Resi Seta namun panahnya tidak melukai sasaran. Setelah melihat siapa yang memanahnya, yakni seorang pangeran muda yang berada di dalam kereta di luar garis pertempuran, Resi Seta kemudian mendesak pasukan lawan ke arah Rukmarata. Setelah kereta Rukmarata berada di tengah pertempuran, Resi Seta segera menghantam dengan gada (pemukul) Kyai Pecatnyawa, hingga hancur berkeping-keping. Rukmarata, putera mahkota Mandaraka tewas seketika.
Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu Salya sedangkan Arya Wratsangka tewas oleh Pendeta Drona. Bisma dengan bersenjatakan Aji Nagakruraya, Aji Dahana, busur Naracabala, Panah kyai Cundarawa, serta senjata Kyai Salukat berhadapan dengan Resi Seta yang bersenjata gada Kyai Lukitapati, pengantar kematian bagi yang mendekatinya. Pertarungan keduanya dikisahkan sangat seimbang dan seru, hingga akhirnya Bisma dapat menewaskan Resi Seta. Bharatayuddha babak pertama diakhiri dengan sukacita pihak Korawa karena kematian pimpinan perang Pandawa.
Ronde Kedua
Setelah Resi Seta gugur, Pandawa kemudian mengangkat Drestadyumna (Trustajumena) sebagai pimpinan perangnya
dalam perang Bharatayuddha. Sedangkan Bisma tetap menjadi pimpinan perang Korawa. Dalam babak ini kedua kubu berperang dengan siasat
yang sama yaitu Garudanglayang (Garuda terbang).
Dalam pertempuran ini dua anggota Korawa, Wikataboma dan kembarannya, Bomawikata, terbunuh
setelah kepala keduanya diadu oleh Bima. Sementara itu beberapa raja sekutu
Korawa juga terbunuh dalam babak ini. Diantaranya Prabu Sumarma, raja
Trigartapura tewas oleh Bima, Prabu Dirgantara terbunuh oleh Arya Satyaki, Prabu Dirgandana tewas di tangan Arya Sangasanga
(anak Setyaki), Prabu Dirgasara dan Surasudirga tewas di tangan Gatotkaca, dan Prabu Malawapati, raja Malawa tewas terkena
panah Hrudadali milik Arjuna. Bisma setelah melihat komandan pasukannya berguguran
kemudian maju ke medan pertempuran, mendesak maju menggempur lawan. Atas
petunjuk Kresna, Pandawa kemudian mengirim Dewi Wara Srikandi untuk maju menghadapi isma. Dengan tampilnya
prajurit wanita tersebut, Bisma merasa bahwa tiba waktunya maut menjemputnya,
sesuai dengan kutukan Dewi Amba yang tewas di tangan Bisma. Bisma gugur dengan perantaraan
panah Hrudadali milik Arjuna yang dilepaskan oleh istrinya, Srikandi.
Peperangan demi kekuasaan
Dalam babak ini juga diadakan korban demi syarat kemenangan
pihak yang sedang berperang. Resi Ijrapa dan anaknya Rawan dengan sukarela
menyediakan diri sebagai korban (Tawur) bagi Pandawa. Keduanya pernah ditolong
Bima dari bahaya raksasa. Selain itu satria Pandawa terkemuka, Antareja yang merupakan putra Bima juga bersedia menjadi
tawur dengan cara menjilat bekas kakinya hingga tewas. Sementara itu Sagotra,
hartawan yang berhutang budi pada Arjuna ingin menjadi korban bagi Pandawa.
Namun karena tidak tahu arah, ia bertemu dengan Korawa. Oleh tipu muslihat Korawa, ia akan dipertemukan dengan Arjuna, namun dibawa ke
Astina. Sagotra dipaksa menjadi tawur bagi Korawa, namun menolak mentah-mentah.
Akhirnya, Dursasana, salah satu anggota Kurawa membunuhnya dengan
alasan sebagai tawur pihak Korawa.